Waktu Belajar, Hemat Energi, dan Melek Media

WAKIL Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi seusai membuka masa orientasi siswa di SMA Negeri 1 Purwakarta baru-baru ini menyatakan bahwa mematikan televisi pada saat jam belajar anak sekolah dinilai lebih bijaksana dalam rangka gerakan menghemat pemakaian listrik. Menurut Dedi, selain membudayakan anak untuk belajar, jam-jam tersebut juga merupakan puncak pemakaian beban listrik rumah tangga. Waktu antara pukul 18.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB adalah saat yang tepat untuk mematikan televisi.

"Lonjakan listrik terbesar terjadi pada jam-jam tersebut," ujarnya. Selain itu, di beberapa daerah pada jam-jam tersebut digunakan untuk mendalami ilmu agama (mengaji). Oleh karena itu, langkah tersebut mempunyai keuntungan ganda, selain menghemat energi juga membudayakan anak untuk belajar di rumah.

Pernyataan Wakil Bupati Purwakarta ini menarik untuk disimak, karena selain soal menghemat listrik dan membantu anak untuk memfokuskan diri dalam belajar, sesungguhnya hal ini berkaitan pula dengan pembentukan kebiasaan mengonsumsi media secara sehat. Dengan demikian anak-anak mendapat bimbingan mengenai kapan saatnya belajar (tentunya dengan konsentrasi penuh), dan bila waktu yang tepat untuk menonton TV. Kebiasaan yang teratur ini hendaklah dibentuk sejak dini. Jangan sampai keasyikan menonton dibiarkan berlangsung tanpa kendali.

Pemikiran untuk mengendalikan penggunaan media menjadi perhatian yang serius di kalangan para pendidik di negara-negara maju karena sejumlah bukti menunjukkan bahwa waktu yang terpakai oleh para siswa menonton televisi ternyata cukup banyak dan hampir-hampir menyita kegiatan penting lain yang seyogianya mereka jalani.

Studi di Indonesia oleh Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia menemukan bahwa anak Indonesia menonton televisi rata-rata empat jam sehari. Penggunaan waktu yang begitu banyak untuk menonton televisi tentu berpengaruh bagi kegiatan belajar dan prestasi para siswa.

Pengendalian konsumsi media ini merupakan bagian dari konsep melek media (media literacy) yaitu untuk menyadarkan akan pentingnya keseimbangan atau pengelolaan media "diet" seseorang. Dengan demikian anak dan keluarganya dapat dibantu membuat pilihan yang sehat (healthy choice) dan mengatur waktu yang tepat digunakan baik untuk menonton TV, film, games, maupun media lain.

Jam wajib belajar
Dua tahun silam, pemerintah Kota Solo telah mencanangkan jam wajib belajar masyarakat yang berlaku untuk siswa-siswa sekolah di kota tersebut. Pencanangannya dilakukan oleh Wali Kota Solo Slamet Suryanto pada upacara 17 Agustus 2003. Jam wajib belajar masyarakat ini berlaku setiap hari, kecuali hari Sabtu, pada pukul 18.30 WIB hingga 20.30 WIB. Dengan adanya jam wajib belajar masyarakat ini, diharapkan para siswa dapat rajin belajar dengan pengawasan dari orang tua. Tadinya, program jam wajib belajar masyarakat ini bermula dari Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo yang telah melaksanakan projek penjajakan (pilot project) kegiatan ini.

Setelah dicanangkan, program ini lalu disosialkan melalui kecamatan dan kelurahan. Juga dibentuk tim pengawasan yang terdiri dari tiga unsur, yaitu pemerintah, tokoh masyarakat, dan orang tua. Tim ini akan melihat bagaimana program ini dijalankan oleh masyarakat terutama oleh para siswa sekolah yang didampingi oleh orang tuanya.

Memang yang menjadi ujung tombak dalam program ini adalah orang tua agar selalu mengawasi dan membimbing anaknya untuk belajar. Begitu pula dengan masyarakat secara keseluruhan harus mendukung siswa untuk belajar pada jam-jam yang ditentukan dalam program jam wajib belajar. Misalnya, dengan tidak mengadakan kegiatan untuk pelajar pada jam-jam tersebut dan juga menjaga situasi lingkungan yang tenang untuk belajar.

Melek media
Kehidupan kita sehari-hari saat ini tidak dapat dipisahkan dari berbagai media yang ada di sekitar. Ribuan pesan membombardir setiap hari. Apakah semua itu benar? Berapa banyak dari pesan itu yang palsu? Bagaimana caranya membedakan pesan yang benar dengan yang bohong? Apa kiat untuk mampu memahami informasi secara benar?

Tadinya media dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dan dikonsumsi begitu saja. Namun, sebenarnya tidak demikian. Orang harus memiliki bekal yang memadai untuk mampu berinteraksi dengan media, tanpa harus menjadi korban. Inilah awal dari ide perlunya melek media.

Menurut Elizabeth Thoman, dari Center for Media Literacy di Kanada, melek media (media literacy) merupakan penggabungan tiga pendekatan yang saling berkaitan (interrelated approaches). Yaitu:
  1. Menjadi sadar akan pentingnya keseimbangan atau pengelolaan media "diet" seseorang --membantu anak dan keluarganya membuat pilihan yang sehat (healthy choice) dan mengatur waktu yang digunakan untuk TV, film, games, dan media lain.
  2. Mengajarkan keterampilan yang spesifik dari memirsa secara kritis (critical viewing) --belajar menganalisis dan mempertanyakan apa yang ada dalam frame, bagaimana hal itu di-construct, dan apa yang telah diabaikan (left out). Keterampilan critical viewing ini paling baik dipelajari lewat inquiry-based classes atau kegiatan kelompok interaktif sekaligus menciptakan dan memproduksi media messages masing-masing.
  3. Analisis sosial, politik dan ekonomi di balik frame (melalui mana kita melihat media images) untuk menggali isu lebih dalam tentang siapa yang memproduksi media yang kita konsumsi, dan untuk tujuan apa?
Kecenderungan yang tampak sekarang menunjukkan bahwa intervensi media massa termasuk televisi ke dalam kehidupan anak dari hari ke hari akan semakin jauh. Sementara itu peran agen-agen sosialisasi mengalami pergeseran. Karena itu diperlukan sejumlah langkah konkret untuk mencegah dan mengatasi berbagai kemungkinan dampak yang tidak diinginkan akibat konsumsi media yang dilakukan oleh anak.

Langkah-langkah yang dimaksud dapat ditempuh melalui penataan kebijakan mengenai anak dan televisi, pengisian program televisi dengan acara-acara yang dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatannya bagi pertumbuhan anak yang sehat secara fisik dan mental, serta pembekalan anak dengan keterampilan menonton televisi secara benar. Yang belakangan ini dapat dimulai dengan membekali para orang tua agar mereka dapat membimbing anaknya menjadi penonton televisi yang kritis, selektif, dan memahami isi pesan dengan tepat.

------
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0805/05/0802.htm
Posted at 07:50 | 0 comments read on

About Me

Zulkarimein Nasution
Depok, Jawa Barat.